Orang Jepang
sangat memahami ketika orang asing secara tidak sengaja tidak mematuhi
aturan atau tata krama kehidupan atau pergaulan di sana. Namun mematuhi
sebanyak mungkin peraturan – baik itu di ruang rapat atau di kamar mandi
– akan membuat mereka kagum dan dapat membuat urusan bisnis menjadi
lebih lancar.
Salah satu etika Jepang yang masih terpelihara sejak dahulu kala adalah pergi ke onsen atau tempat pemandian air panas,
baik itu sebagai bagian dari liburan atau sebagai gestur dari seorang
kolega kerja setelah seharian berada di meja perundingan.
Bangsa
Jepang telah membuat kegiatan mandi menjadi sebuah kegiatan sosial.
Setelah membuka pakaian dan menutupi tubuh dengan handuk yang hanya
sebesar saputangan, pengunjung mengambil bangku kecil serta gayung,
sabun cair dan sampo. Setelah membersihkan tubuh, baru mereka masuk ke
kolam yang dapat dipilih, apakah kolam air dingin, air panas atau
sedang. Atau mungkin juga seseorang ingin berendam di kolam air
bermineral yang dapat menghilangkan beberapa penyakit ringan. Satu hal
yang harus diperhatikan adalah jangan mengotori air kolam atau tempat
mandi dengan sisa sabun dan sampo yang kita gunakan. Jagalah
kebersihannya untuk orang lain yang juga mandi di tempat itu.
Sementara itu di dunia bisnis Jepang, istilah “Bisnis adalah sebuah peperangan”
menunjukkan bahwa mereka menganggap hal itu dengan sangat serius –
dimana sangat penting untuk memperhatikan ketepatan waktu dan
kecerdasan.
Mungkin terasa biasa saja,
tetapi jangan pernah terlambat datang untuk pertemuan, kenakan jas
dengan dasi dan jangan pernah lupa membawa persediaan kartu nama bisnis –
diserahkan dan diterima menggunakan kedua tangan, sedikit membungkuk
dan disimpan dengan hati-hati di atas meja di depan kita selama
pertemuan. Akan dianggap meremehkan jika kartu bisnis yang kita terima
langsung disimpan di dalam dompet dan dimasukkan ke dalam saku belakang.
Walau
sebuah pertemuan tidak berjalan seperti yang diharapkan dan transaksi
nampaknya tidak akan terjadi, bertahanlah dari godaan menaikkan volume
suara kita. Tersenyum dan mengangguklah – hilang kendali berarti
kehilangan muka.
Setelah
jam kerja selesai, bisnis kemungkinan akan dilanjutkan secara informal
di sebuah restoran, dan kemudian akan berlanjut lagi ke sebuah bar. Jika
ada seseorang yang merikues kita untuk menyanyikan sebuah lagu Barat di
tempat karaoke, penuhilah. Aturan untuk pebisnis dan wisatawan pada
saat tidak bekerja berpusat di sini, dan dimulai dari segelas bir. Hal
yang sangat penting untuk diingat adalah jangan pernah menuang bir dari
pitcher untuk diri kita sendiri, tetapi tuanglah untuk rekan-rekan kita
di sana dan biarkan seseorang menuangkan bir ke dalam gelas kita. Dan
ingatlah selalu untuk mengatakan “kampai” yang berarti “mari kita bersulang.”
Setelah
acara makan dimulai, jangan pernah menaruh sumpit Anda di antara
makanan di dalam mangkuk karena menaruh seperti itu adalah bagian dari
ritual pemakaman tradisional Jepang dan akan mendatangkan kengerian dari
semua yang hadir. Peganglah selalu sumpit Anda, hal itu akan
menimbulkan kekaguman dan mereka akan terus memuji kita – orang Jepang
nampak sering memuji namun pujian mereka pun pastinya didasari akan
ketulusan.
Biarkan saja jika ada suara menyeruput yang keras terdengar saat Anda berada di restoran yang menyajikan ramen
karena seperti itulah cara menikmati ramen di Jepang – dan hal yang
menyenangkan untuk anak-anak yang selalu diberi nasihat untuk tidak
menyeruput makanan yang mereka santap dengan keras.
Pengunjung
restoran akan selalu diminta untuk menanggalkan sepatu saat masuk ke
restoran tradisional Jepang (ini juga berlaku saat kita masuk ke dalam
rumah penduduk Jepang), namun jangan sampai membuat kesalahan mengenakan
sandal plastik yang disediakan untuk masuk ke toilet saat kita kembali
ke meja makan, karena hal ini akan menimbulkan rasa jijik bagi orang
Jepang.
Satu lagi tip : sebisa mungkin jangan membuang ingus di hadapan publik, segeralah pergi ke toilet jika kita perlu melakukannya.
Pengunjung
ke Jepang seringkali mengungkapkan keprihatinan mereka akan besarnya
kemungkinan mereka melanggar tatacara dan etika yang mereka hadapi,
namun hal yang penting untuk diingat adalah bahwa sebuah senyuman,
anggukan kepala dan perasaan menyesal yang tulus dengan mengucapkan “sumimasen” (maaf) akan melancarkan setiap peristiwa yang mungkin saja terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar