Kamis, 15 November 2012

Panduan Etika Jepang Untuk Para Wisatawan



Orang Jepang sangat memahami ketika orang asing secara tidak sengaja tidak mematuhi aturan atau tata krama kehidupan atau pergaulan di sana. Namun mematuhi sebanyak mungkin peraturan – baik itu di ruang rapat atau di kamar mandi – akan membuat mereka kagum dan dapat membuat urusan bisnis menjadi lebih lancar.
Salah satu etika Jepang yang masih terpelihara sejak dahulu kala adalah pergi ke onsen atau tempat pemandian air panas, baik itu sebagai bagian dari liburan atau sebagai gestur dari seorang kolega kerja setelah seharian berada di meja perundingan.
Bangsa Jepang telah membuat kegiatan mandi menjadi sebuah kegiatan sosial. Setelah membuka pakaian dan menutupi tubuh dengan handuk yang hanya sebesar saputangan, pengunjung mengambil bangku kecil serta gayung, sabun cair dan sampo. Setelah membersihkan tubuh, baru mereka masuk ke kolam yang dapat dipilih, apakah kolam air dingin, air panas atau sedang. Atau mungkin juga seseorang ingin berendam di kolam air bermineral yang dapat menghilangkan beberapa penyakit ringan. Satu hal yang harus diperhatikan adalah jangan mengotori air kolam atau tempat mandi dengan sisa sabun dan sampo yang kita gunakan. Jagalah kebersihannya untuk orang lain yang juga mandi di tempat itu.
Sementara itu di dunia bisnis Jepang, istilah “Bisnis adalah sebuah peperangan” menunjukkan bahwa mereka menganggap hal itu dengan sangat serius – dimana sangat penting untuk memperhatikan ketepatan waktu dan kecerdasan.
Mungkin terasa biasa saja, tetapi jangan pernah terlambat datang untuk pertemuan, kenakan jas dengan dasi dan jangan pernah lupa membawa persediaan kartu nama bisnis – diserahkan dan diterima menggunakan kedua tangan, sedikit membungkuk dan disimpan dengan hati-hati di atas meja di depan kita selama pertemuan. Akan dianggap meremehkan jika kartu bisnis yang kita terima langsung disimpan di dalam dompet dan dimasukkan ke dalam saku belakang.
Walau sebuah pertemuan tidak berjalan seperti yang diharapkan dan transaksi nampaknya tidak akan terjadi, bertahanlah dari godaan menaikkan volume suara kita. Tersenyum dan mengangguklah – hilang kendali berarti kehilangan muka.
Setelah jam kerja selesai, bisnis kemungkinan akan dilanjutkan secara informal di sebuah restoran, dan kemudian akan berlanjut lagi ke sebuah bar. Jika ada seseorang yang merikues kita untuk menyanyikan sebuah lagu Barat di tempat karaoke, penuhilah. Aturan untuk pebisnis dan wisatawan pada saat tidak bekerja berpusat di sini, dan dimulai dari segelas bir. Hal yang sangat penting untuk diingat adalah jangan pernah menuang bir dari pitcher untuk diri kita sendiri, tetapi tuanglah untuk rekan-rekan kita di sana dan biarkan seseorang menuangkan bir ke dalam gelas kita. Dan ingatlah selalu untuk mengatakan “kampai” yang berarti “mari kita bersulang.”
Setelah acara makan dimulai, jangan pernah menaruh sumpit Anda di antara makanan di dalam mangkuk karena menaruh seperti itu adalah bagian dari ritual pemakaman tradisional Jepang dan akan mendatangkan kengerian dari semua yang hadir. Peganglah selalu sumpit Anda, hal itu akan menimbulkan kekaguman dan mereka akan terus memuji kita – orang Jepang nampak sering memuji namun pujian mereka pun pastinya didasari akan ketulusan.
Biarkan saja jika ada suara menyeruput yang keras terdengar saat Anda berada di restoran yang menyajikan ramen karena seperti itulah cara menikmati ramen di Jepang – dan hal yang menyenangkan untuk anak-anak yang selalu diberi nasihat untuk tidak menyeruput makanan yang mereka santap dengan keras.
Pengunjung restoran akan selalu diminta untuk menanggalkan sepatu saat masuk ke restoran tradisional Jepang (ini juga berlaku saat kita masuk ke dalam rumah penduduk Jepang), namun jangan sampai membuat kesalahan mengenakan sandal plastik yang disediakan untuk masuk ke toilet saat kita kembali ke meja makan, karena hal ini akan menimbulkan rasa jijik bagi orang Jepang.
Satu lagi tip : sebisa mungkin jangan membuang ingus di hadapan publik, segeralah pergi ke toilet jika kita perlu melakukannya.
Pengunjung ke Jepang seringkali mengungkapkan keprihatinan mereka akan besarnya kemungkinan mereka melanggar tatacara dan etika yang mereka hadapi, namun hal yang penting untuk diingat adalah bahwa sebuah senyuman, anggukan kepala dan perasaan menyesal yang tulus dengan mengucapkan “sumimasen” (maaf) akan melancarkan setiap peristiwa yang mungkin saja terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar